Rabu, 19 Januari 2011

SALMAN AL-FARISI ra. - Kisah Sahabat yang mencari kebenaran

Oleh : Ustadz. Abu Auf  Abdurrahman bin Abdul karim Attamimi
  
PEMUDA ASFAHAN PENYEMBAH API

 Salman al-Farisi Rhodiallahu’anhu berkata: “Aku seorang pemuda dari kota Asfahan(Iran) dari desa yang bernama Jayyan, ayahku seorang kepala desa terkaya yang mempunyai kedudukan terhormat di desa itu. Dia sangat mencintaiku berlebihan hingga aku tidak boleh keluar dari rumah. Aku adalah seorang penganut agama Majusi(penyembah api atau matahari) yang tekun, hingga aku dijadikan sebagai penjaga api. Aku di beri tugas agar api itu menyala terus dan jangan sampai mati siang dan malam. Ayahku mempunyai tanah yang subur dan luas, yang memberikan hasil pertanian yang banyak. Dan ayahku mengawasi kebun itu dan memanen hasilnya.

Pada suatu hari ayahku mempunyai kesibukan sehingga tidak sempat ke kebun, ia berkata kepadaku:”Wahai anakku, hari ini aku tidak dapat pergi ke kebun, maka keluarlah, awasilah kebun itu.”  Lalu aku keluar untuk melihat kebun itu.

Sewaktu di tengah jalan, aku melalui sebuah gereja Nashara, aku mendengar dan mengamati mereka yang tengah melakukan ibadah. Dan aku adalah seorang yang tidak mengerti agama lain kecuali majusi, Karen ayahlku tidak memperbolehkanku keluar rumah. Sewaktu mendengar suara itu  aku masuk ke gereja dan melihat apa yang mereka lakukan, maka aku tertarik kepada mereka. Hingga aku menginginkan masuk agama Nashara. Aku berkata dalam hati”Demi Allah, apa yang dilakukan Nashara adalah lebih baik dari agamaku (Majusi).”

Maka aku tidak meninggalkan mereka hingga matahari terbenam. Dan aku tidak pergi ke kebun. Lalu aku bertanya kepada orang-orang Nashara: ‘Dimana asalnya agama ini ?” mereka menjawab :”dari negeri Syam” Tatkala malam telah tiba,aku kembali ke rumahku. Ayahku menyambutku, dia sangat mengkhawatirkan keadaanku. Dia bertanya :”Apa saja yang engkau lakukan wahai Salman?”Aku menjawab : “Wahai ayahku, aku tadi melalui sebuah gereja, lalu aku tertarik dengan apa yang di lakukan orang-orang Nashara. Dan aku bersama mereka hingga matahari terbenam”.

Mendengar hal itu ayahku terkejut dan berkata: “Wahai anakku agama Nashara itu tidak ada kebaikannya sama sekali, agama ayahmu dan nenek moyangmu jauh lebih baik.”
Lalu Salman berkata: “Tidak, demi Allah agama mereka lebih baik dari agama kita.”
Maka ayahku pun cemas akan perbuatanku, dia khawatir aku keluar dari agama Majusi. Hingga dia mengurungku di dalam rumah, bahkan merantai ke dua kakiku. Hal itu dia lakukan karena dia begitu cinta padaku.

 PERMULAAN MENCARI KEBENARAN

 Tatkala ada kesempatan, aku berkata kepada orang-orang Nashara yang aku temui di gereja, jika ada kafilah dagang yang berangkat ke negeri Syam tolong  beritahu aku, aku akan pergi kesana. Tidak lama kemudian ada rombongan ke Syam, aku di beri tahu lalu aku berusaha melepaskan rantai di kakiku dan berhasil. Maka aku pergi bersama mereka dengan sembunyi-sembunyi sampai ke negeri Syam.

Tatkala sampai di Syam, aku bertanya: “ Siapa orang yang paling baik  dalam agama Nashara di Syam ini?” Lalu penduduknya menunjuk seorang pendeta. Lalu aku menemuinya dan berkata:”Aku ingin masuk agama Nashara, aku ingin berkhidmat dan belajar kepadamu.” Lalu  Pendeta berkata: “Masuklah”. Maka aku masuk ke dalam gereja dan berbakti kepada pendeta itu.

 PENDETA BURUK

Kemudian aku ketahui bahwa ternyata pendeta itu bukanlah orang baik. Dia menganjurkan orang untuk bersedekah dan mengatakan bahwa mereka akan mendapatkan pahala. Tatkala orang-orang Nashara menyedekahkan harta mereka agar pendeta itu membagikan kepada orang-orang meskin, pendeta itu menyimpan harta itu untuk dirinya sendiri dan tidak menyalurkan kepada fakir miskin. Sampai-sampai terkumpul hartanya itu sebanyak tujuh kendi besar. Maka Salman al-Farisi sangat membencinya, karena perbuatannya itu.

Tidak lama kemudian pendeta itu meninggal. Maka orang-orangpun berkumpul untuk menguburkan pendeta yang dianggap shalih oleh mereka. Salman al-Farisi berkata kepada mereka: “Sesungguhnya pendeta yang kalian agung-agungkan ini adalah orang yang jelek, dahulu dia menyuruh kalian bersedekah untuk fakir miskin dan mengatakan kalian akan mendapatkan ganjaran besar lantarannya. Tatkala kalian telah memberikan kepadanya harta untuk disedekahkan fakir miskin, dia menyimpannya untuk dirinya sendiri.”

Mereka marah dan berkata: “Dari mana kamu tahu, wahai Salman?” Salman menjawab; “Mari aku tunjukkan harta yang dia simpan.: Lalu mereka melihat tujuh kendi yang penuh dengan emas dan perak. Tatkala melihat harta itu mereka berkata dengan marah: “Kita tidak akan menguburkan pendeta jelek ini.” Bahkan mereka menyalibnya dan melemparinya dengan batu.


BELAJAR KEPADA PENDETA YANG ZUHUD

Setelah itu, pendeta baru menggantikan kedudukan pendeta yang meninggal itu. Salman al-Farisi berkata: “Maka akupun belajar kepadanya. Dan ternyata pendeta itu sangat zuhud, tidak mau dunia sama sekali. Jauh berbeda dengan pendeta sebelumnya. Dia tekun beribadah siang dan malam. Maka akupun mencintainya. Aku belajar kepadanya beberapa tahun. Tatkala hendak meninggal dunia aku bertanya kepadanya: “Wahai pendeta, apa yang engkau wasiatkan agar aku belajar kepada seseorang sepeninggalmu?” Lalu pendeta itu berkata: “Wahai anakku, aku tidak mengetahui seorang sepertiku ini kecuali seorang pendeta di kota Mousil Irak. Dia tidak merubah agama Nashara seperti aku ini sebagai mana yang telah diturunkan kepada Nabi Isa.”

Maka setelah pendeta itu meninggal dunia, aku pergi ke Mousil Irak menemui pendeta itu. Setelah bertemu aku katakan kepadanya apa yang diwasiatkan kepadaku. Lalu pendeta itu menyuruh Salman untuk menetap bersamanya. Dan ternyata pendeta itu adalah seorang pendeta yang baik seperti pendeta yang menunjukinya.

Sewaktu akan meninggal dunia Salman bertanya: “Wahai pendeta, engkau akan meninggal dunia, kepada siapa engkau wasiatkan aku untuk belajar?” Lalu pendeta itu berkata: “Wahai anakku, aku tidak mengetahui seorang sepertiku kecuali seorang pendeta di negeri Nashibain, sebuah negeri antara Mousil dan Syam sejauh perjalanan 6 hari dari Mousil.”

Maka setelah dikubur, aku pergi kenegeri itu dan bertemu  seorang pendeta. Aku ceritakan apa yang dikatakan pendeta yang telah meninggal, maka pendeta di Nashibain itu berkata: “Menetaplah disini.” Maka akupun menetap bersamanya beberapa tahun.

Aku dapati pendeta itu adalah pendeta yang baik juga. Tatkala akan meninggal aku bertanya kepadanya: “Wahai guruku, engkau telah mengetahui diriku, kepada siapa engkau wasiatkan aku untuk belajar?” Dia menjawab: “Wahai anakku, aku tidak mengetahui seorang pendeta yang tersisa seperti diriku kecuali seorang pendeta di kota Amoriyah(jauh dari Mousil), maka pergilah ke sana.” Maka akupun pergi ke sana dan aku ceritakan tentang diriku.

Lalu dia menyuruhku untuk menetap di tempatnya. Demi Allah, dia adalah seorang pendeta yang baik  seperti pendeta sebelumnya. Dan di tempat pendeta itu aku memelihara kambing dan sapi. Kemudian sebelum meninggal aku bertanya kepadanya: “Wahai guruku, engkau telah mengetahui diriku ini, kepada siapa engkau wasiatkan aku belajar kepadanya dan apa yang harus kulakukan?”

Lalu pendeta dari Amuriyah itu berkata: “Wahai anakku, aku tidak mengetahui di dunia ini seorang pendeta yang berpegang teguh dengan ajaran al-masih yang sebenarnya, hanya saja telah dekat suatu zaman akan muncul di negeri Arab seorang Nabi yang akan membawa agama Ibrahim, lalu dia akan berhijrah ke negeri yang banyak pohon kurma dan ditanahnya ada batu-batu hitam(kota Madinah), tanda –tanda dia seorang Nabi adalah jika diberi hadiah makanan Dia akan memakannya, namun jika diberi sedekah Dia tidak akan memakannya, dan di antara dua pundaknya ada setempel kenabian, bulat berwarna merah terdapat bulu seperti telur burung merpati, apabila engkau bisa pergi ke sana, maka pergilah.”
  
PERJALANAN KE YATSRIB

 Lalu pendeta itu meninggal, setelah itu aku menetap di kota Amoriyah beberapa lama sampai aku melihat ada rombongan orang arab dari Bani kalbin, lalu aku berkata kepada mereka: “Apabila kalian mau membawa aku ke negara Arab, aku akan memberikan kepada kalian hewan-hewan ternakku.”

Mereka menjawab : “Ya, kami akan membawamu.” Lalu aku pergi bersama mereka, hingga sampai di Wadi Qura (sebuah tempat antara Mekah dan Madinah, mereka menipuku dan menjual diriku kepada orang Yahudi, sehingga aku menjadi budaknya. Tidak lama setelah itu aku dibeli anak paman orang Yahudi itu dari Bani Quraizhah. Lalu aku dibawa ke kota  Yatsrib (Madinah) oleh majikan baruku itu. Saat masuk kota Madinah aku melihat banyak sekali pohon kurma, maka aku berfirasat ini pasti kota yang disebutkan oleh guruku itu. Dan aku telah menyelelidiki kota Madinah dan memang persis seperti yang diceritakan oleh guruku. Maka aku tinggal di kota itu bersama majikan baruku.

Waktu itu Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam telah diutus sebagai Nabi dan kabar telah tersebar di kota itu, namun karena kesibukkanku mengabdi kepada majikan, aku tidak mendengar sama sekali nama Beliau. Tidak lama kemudian Nabi berhijrah ke kota Madinah, saat mendengar kedatangan Nabi Shallallahu’alaihi wasallam ke kota Madinah, aku berada di atas pohon kurma. Saat itu aku mendengar majikanku bercerita tentang kedatangan Nabi. Dan saat itu majikanku duduk di bawah pohon kurma, tiba-tiba datang anak pamannya dan berkata: “Semoga Allah membinasakan Qabilah Aus dan Khazraj, mereka telah berkumpul di Quba untuk menjemput seorang yang katanya Nabi .”

 MELIHAT TANDA KENABIAN

 Waktu aku mendengar omongan tadi, badanku gemetar dan aku hampir jatuh. Maka segera aku turun dari pohon kurma. Dan kukatakan kepada orang tadi: “Apa yang kau katakana, ulangilah kabar tadi.”Maka marahlah majikanku dan dia menemplengku, lalu dia berkata: “Apa urusanmu dengan hal ini, kembalilah bekerja.”

Waktu sorepun tiba, aku mengumpulkan kurma dan pergi menuju ke tempat Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam. Lalu aku masuk dan menemui Beliau, dan aku katakan
Kepada Beliau : “Aku mendengar bahwa engkau orang baik, dan aku juga mendengar engkau mempunyai teman-teman asing di sini yang tidak mempunyai makanan, ini aku telah mengumpulkan kurma sebagai sedekah, maka aku lihat kalian pantas untuk menerima ini.” Lalu aku dekatkan kurma itu kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, lalu Beliau berkata kepada Sahabat –sahabatnya : “ Makanlah”, dan Beliau tidak makan sedekah itu.
Maka aku berkata pada diriku : “Ini salah satu tanda bahwa dia Nabi.”
Lalu aku mengumpulkan lagi, dan menemui Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam di Madinah dan kukatakan padanya: “Aku melihatmu tidak makan sedekah, ini hadiah dariku untuk memuliakanmu.” Dan dia menyuruh para Sahabatnya untuk makan sama-sama. Maka kukatakan dalam diriku: “Ini tanda kedua bahwa Dia seorang Nabi.”

Kemudian tatkala Nabi Shallallahu’alaihi wasallam pergi ke pemakamam Baqi’ karena ada salah seorang yang meninggal, Beliau duduk. Maka aku ucapkan salam kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam dan aku melihat pundak Beliau untuk mengetahui tanda kenabian yang ketiga, yaitu stempel seperti telur burung merpati ada rambutnya. Aku berputar-putar melihat pundak Beliau yang tertutup kain baju. Tatkala Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam melihat aku berputar-putar, maka Dia-pun paham maksudku. Kemudian Beliau melepas selendangnya, maka aku lihat sebuah cap Kenabian. Maka baru setelah itu aku percaya bahwa Dia adalah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, dan segera aku rangkul Beliau sambil menangis.

Lalu Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Apa yang terjadi padamu, wahai Salman.” Maka aku ceritakan kisahku dari awal hingga akhir, Rasulullah Shallahu’alaihi wasallam pun senang dengan ceritaku tadi, dan Beliau menyuruh aku  menceritakan kisahku kepada para Sahabat. Maka aku ceritakan kisahku kepada mereka. Mereka merasa kagum dengan ceritaku, dan mereka senang mendengar perjuanganku dari awal hingga akhir dalam mencari kebenaran.

 KALIMAT INDAH TENTANG SALMAN DARI IBNUL QAYYIM

 Ibnul Qayyim Rahimahullah menceritakan dengan kalimat yang indah tentang Salman dalam kitabnya al-Fawa’id, bagaimana dia mendapatkan petunjuk Allah Ta’ala. Dia berkata dalam bukunya: “Allah Ta’ala seolah-olah berkata kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam: “Wahai Muhammad, engkau menginginkan Abu Thalib sedangkan Aku menginginkan Salman al-Farisi.” Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam sangat menginginkan pamanya Abu Thalib masuk Isalam. Namun dia mati dalam keadaan kafir.

Abu Thalib jika ditanya namanya maka dia akan menjawab Abdu manaf, dia sangat membanggakan nama nenek moyangnya itu. Dia sangat bangga dengan keturunannya. Jika ditanya tentang kekayaannya, maka dia akan menghitung hewan ternaknya, namamu siapa? Salman menjawab: “Abdullah (hamba Allah).”. Jika di tanya engkau anak siapa wahai Salman (nasab keturunan)?. Maka Salman akan menjawab: “Aku adalah anak Islam.” Jika di tanya kekayaammu apa? Salman menjawab: “al-Faqr (kefakiran).” Jika di tanya rumahmu dimana? Dia menjawab: “Masjid.” Jika di tanya apa pakaianmu?  Dia menjawab: “Ketaqwaan kepada Allah dan ketawadhu’an.” Jika ditanya apa bantalmu? Dia menjawab: “Beribadah di malam hari.” Jika ditanyakan kepada Salman? Apa kebanggaanmu wahai  Salman ? Salman menjawab: “Salman termasuk ahlul bait.” Jika ditanya : “apa yang engkau inginkan? Salman menjawab: “Aku menginginkan wajah Allah.” Jika ditanya engkau hendak pergi kemana?. Dia menjawab: “ Ke surga.” Jika ditanya : “Siapa pemimpin yang menunjukkan jalanmu ini? Dia menjawab: “Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam.

Salam sejahtera semoga tercurah kepada Salman al-Farisi tatkala dia mencari kebenaran, dan salam sejahtera baginya tatkala dia mendapatkan kebenaran dan beriman dengan keimanan yang sebenarnya, dan salam sejahtera kepada Salman waktu dia meninggal dan waktu dibangkitkan di hari kiamat.
 
Sumber           : Majalah Adz- Dzakhiirah vol.7 No 8 Edisi 50 hal. 48-54

0 komentar:

Posting Komentar

Pengikut

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More