Rabu, 19 Januari 2011

AlQuran Digital versi 2.1

Assalamu 'alaikum,

Salam sejahtera bagi kita semua...

Al Quran versi 2.1 dari www.digital www.quran-digital.com fiturnya sangat bagus dan informatif sampai saat ini, menurut saya. Walaupun telah lebih dari lima tahun sejak direlease pada Agustus 2004. Sebanyak 114 Surat dalam Alquran langsung terindeks secara canggih dalam konten yang sangat rapi sehingga mudah dalam pencarian dan penelusuran ayat-ayat yang dibutuhkan. Bagi yang masih belajar ilmu tajwid secara digital, saya sangat mereferensikan penggunaan program alquran freeware ini dikarenakan huruf  hijaiyah yang ditampilkan cukup jelas. Penomoran pada catatan kaki pada arti ayat per ayat memberikan penegasan maksud ayat, seperti sebab akibat turunnya ayat (Asbabun Nuzul) dll.

Sayangnya file ini tidak didukung dengan .mp3 30 juz yang tertanam dalam ayat per ayat pada program freeware ini sehingga kita dapat belajar tajwid secara langsung dari program tersebut. Tapi saya yakin kedepannya Insya'Allah quran-digital.com berusaha membuat freeware alquran seperti yang saya harapkan (bagi akhi/ukhti yang telah memiliki file tsb. silahkan share ke saya).

Bagi akhi/ukhti yang belum dan ingin memiliki program freeware dari quran-digital.com ini, silahkan untuk mengunggah filenya DI SINI.

Dan untuk melengkapi fitur yang telah ada, saya kirimkan juga file .mp3dalam 30 juz Alquran. Berhubung file mp3 kapasitasnya cukup besar, maka untuk mempermudah mengunggahnya saya membaginya dalam 30 juz file. Silahkan unggah file .mp3 Alquran 30juz dibawah ini :
JUZ 1, JUZ 2, JUZ 3, JUZ 4, JUZ 5, JUZ 6, JUZ 7, JUZ 8, JUZ9, JUZ10,
JUZ 11, JUZ 12, JUZ 13, JUZ 14, JUZ 15, JUZ 16, JUZ 17, JUZ 18, JUZ19, JUZ20,
JUZ 21, JUZ 22, JUZ 23, JUZ 24, JUZ 25, JUZ 26, JUZ 27, JUZ 28, JUZ29, JUZ30. 

Sukron,
Alfaqir 

SALMAN AL-FARISI ra. - Kisah Sahabat yang mencari kebenaran

Oleh : Ustadz. Abu Auf  Abdurrahman bin Abdul karim Attamimi
  
PEMUDA ASFAHAN PENYEMBAH API

 Salman al-Farisi Rhodiallahu’anhu berkata: “Aku seorang pemuda dari kota Asfahan(Iran) dari desa yang bernama Jayyan, ayahku seorang kepala desa terkaya yang mempunyai kedudukan terhormat di desa itu. Dia sangat mencintaiku berlebihan hingga aku tidak boleh keluar dari rumah. Aku adalah seorang penganut agama Majusi(penyembah api atau matahari) yang tekun, hingga aku dijadikan sebagai penjaga api. Aku di beri tugas agar api itu menyala terus dan jangan sampai mati siang dan malam. Ayahku mempunyai tanah yang subur dan luas, yang memberikan hasil pertanian yang banyak. Dan ayahku mengawasi kebun itu dan memanen hasilnya.

Pada suatu hari ayahku mempunyai kesibukan sehingga tidak sempat ke kebun, ia berkata kepadaku:”Wahai anakku, hari ini aku tidak dapat pergi ke kebun, maka keluarlah, awasilah kebun itu.”  Lalu aku keluar untuk melihat kebun itu.

Sewaktu di tengah jalan, aku melalui sebuah gereja Nashara, aku mendengar dan mengamati mereka yang tengah melakukan ibadah. Dan aku adalah seorang yang tidak mengerti agama lain kecuali majusi, Karen ayahlku tidak memperbolehkanku keluar rumah. Sewaktu mendengar suara itu  aku masuk ke gereja dan melihat apa yang mereka lakukan, maka aku tertarik kepada mereka. Hingga aku menginginkan masuk agama Nashara. Aku berkata dalam hati”Demi Allah, apa yang dilakukan Nashara adalah lebih baik dari agamaku (Majusi).”

Maka aku tidak meninggalkan mereka hingga matahari terbenam. Dan aku tidak pergi ke kebun. Lalu aku bertanya kepada orang-orang Nashara: ‘Dimana asalnya agama ini ?” mereka menjawab :”dari negeri Syam” Tatkala malam telah tiba,aku kembali ke rumahku. Ayahku menyambutku, dia sangat mengkhawatirkan keadaanku. Dia bertanya :”Apa saja yang engkau lakukan wahai Salman?”Aku menjawab : “Wahai ayahku, aku tadi melalui sebuah gereja, lalu aku tertarik dengan apa yang di lakukan orang-orang Nashara. Dan aku bersama mereka hingga matahari terbenam”.

Mendengar hal itu ayahku terkejut dan berkata: “Wahai anakku agama Nashara itu tidak ada kebaikannya sama sekali, agama ayahmu dan nenek moyangmu jauh lebih baik.”
Lalu Salman berkata: “Tidak, demi Allah agama mereka lebih baik dari agama kita.”
Maka ayahku pun cemas akan perbuatanku, dia khawatir aku keluar dari agama Majusi. Hingga dia mengurungku di dalam rumah, bahkan merantai ke dua kakiku. Hal itu dia lakukan karena dia begitu cinta padaku.

 PERMULAAN MENCARI KEBENARAN

 Tatkala ada kesempatan, aku berkata kepada orang-orang Nashara yang aku temui di gereja, jika ada kafilah dagang yang berangkat ke negeri Syam tolong  beritahu aku, aku akan pergi kesana. Tidak lama kemudian ada rombongan ke Syam, aku di beri tahu lalu aku berusaha melepaskan rantai di kakiku dan berhasil. Maka aku pergi bersama mereka dengan sembunyi-sembunyi sampai ke negeri Syam.

Tatkala sampai di Syam, aku bertanya: “ Siapa orang yang paling baik  dalam agama Nashara di Syam ini?” Lalu penduduknya menunjuk seorang pendeta. Lalu aku menemuinya dan berkata:”Aku ingin masuk agama Nashara, aku ingin berkhidmat dan belajar kepadamu.” Lalu  Pendeta berkata: “Masuklah”. Maka aku masuk ke dalam gereja dan berbakti kepada pendeta itu.

 PENDETA BURUK

Kemudian aku ketahui bahwa ternyata pendeta itu bukanlah orang baik. Dia menganjurkan orang untuk bersedekah dan mengatakan bahwa mereka akan mendapatkan pahala. Tatkala orang-orang Nashara menyedekahkan harta mereka agar pendeta itu membagikan kepada orang-orang meskin, pendeta itu menyimpan harta itu untuk dirinya sendiri dan tidak menyalurkan kepada fakir miskin. Sampai-sampai terkumpul hartanya itu sebanyak tujuh kendi besar. Maka Salman al-Farisi sangat membencinya, karena perbuatannya itu.

Tidak lama kemudian pendeta itu meninggal. Maka orang-orangpun berkumpul untuk menguburkan pendeta yang dianggap shalih oleh mereka. Salman al-Farisi berkata kepada mereka: “Sesungguhnya pendeta yang kalian agung-agungkan ini adalah orang yang jelek, dahulu dia menyuruh kalian bersedekah untuk fakir miskin dan mengatakan kalian akan mendapatkan ganjaran besar lantarannya. Tatkala kalian telah memberikan kepadanya harta untuk disedekahkan fakir miskin, dia menyimpannya untuk dirinya sendiri.”

Mereka marah dan berkata: “Dari mana kamu tahu, wahai Salman?” Salman menjawab; “Mari aku tunjukkan harta yang dia simpan.: Lalu mereka melihat tujuh kendi yang penuh dengan emas dan perak. Tatkala melihat harta itu mereka berkata dengan marah: “Kita tidak akan menguburkan pendeta jelek ini.” Bahkan mereka menyalibnya dan melemparinya dengan batu.


BELAJAR KEPADA PENDETA YANG ZUHUD

Setelah itu, pendeta baru menggantikan kedudukan pendeta yang meninggal itu. Salman al-Farisi berkata: “Maka akupun belajar kepadanya. Dan ternyata pendeta itu sangat zuhud, tidak mau dunia sama sekali. Jauh berbeda dengan pendeta sebelumnya. Dia tekun beribadah siang dan malam. Maka akupun mencintainya. Aku belajar kepadanya beberapa tahun. Tatkala hendak meninggal dunia aku bertanya kepadanya: “Wahai pendeta, apa yang engkau wasiatkan agar aku belajar kepada seseorang sepeninggalmu?” Lalu pendeta itu berkata: “Wahai anakku, aku tidak mengetahui seorang sepertiku ini kecuali seorang pendeta di kota Mousil Irak. Dia tidak merubah agama Nashara seperti aku ini sebagai mana yang telah diturunkan kepada Nabi Isa.”

Maka setelah pendeta itu meninggal dunia, aku pergi ke Mousil Irak menemui pendeta itu. Setelah bertemu aku katakan kepadanya apa yang diwasiatkan kepadaku. Lalu pendeta itu menyuruh Salman untuk menetap bersamanya. Dan ternyata pendeta itu adalah seorang pendeta yang baik seperti pendeta yang menunjukinya.

Sewaktu akan meninggal dunia Salman bertanya: “Wahai pendeta, engkau akan meninggal dunia, kepada siapa engkau wasiatkan aku untuk belajar?” Lalu pendeta itu berkata: “Wahai anakku, aku tidak mengetahui seorang sepertiku kecuali seorang pendeta di negeri Nashibain, sebuah negeri antara Mousil dan Syam sejauh perjalanan 6 hari dari Mousil.”

Maka setelah dikubur, aku pergi kenegeri itu dan bertemu  seorang pendeta. Aku ceritakan apa yang dikatakan pendeta yang telah meninggal, maka pendeta di Nashibain itu berkata: “Menetaplah disini.” Maka akupun menetap bersamanya beberapa tahun.

Aku dapati pendeta itu adalah pendeta yang baik juga. Tatkala akan meninggal aku bertanya kepadanya: “Wahai guruku, engkau telah mengetahui diriku, kepada siapa engkau wasiatkan aku untuk belajar?” Dia menjawab: “Wahai anakku, aku tidak mengetahui seorang pendeta yang tersisa seperti diriku kecuali seorang pendeta di kota Amoriyah(jauh dari Mousil), maka pergilah ke sana.” Maka akupun pergi ke sana dan aku ceritakan tentang diriku.

Lalu dia menyuruhku untuk menetap di tempatnya. Demi Allah, dia adalah seorang pendeta yang baik  seperti pendeta sebelumnya. Dan di tempat pendeta itu aku memelihara kambing dan sapi. Kemudian sebelum meninggal aku bertanya kepadanya: “Wahai guruku, engkau telah mengetahui diriku ini, kepada siapa engkau wasiatkan aku belajar kepadanya dan apa yang harus kulakukan?”

Lalu pendeta dari Amuriyah itu berkata: “Wahai anakku, aku tidak mengetahui di dunia ini seorang pendeta yang berpegang teguh dengan ajaran al-masih yang sebenarnya, hanya saja telah dekat suatu zaman akan muncul di negeri Arab seorang Nabi yang akan membawa agama Ibrahim, lalu dia akan berhijrah ke negeri yang banyak pohon kurma dan ditanahnya ada batu-batu hitam(kota Madinah), tanda –tanda dia seorang Nabi adalah jika diberi hadiah makanan Dia akan memakannya, namun jika diberi sedekah Dia tidak akan memakannya, dan di antara dua pundaknya ada setempel kenabian, bulat berwarna merah terdapat bulu seperti telur burung merpati, apabila engkau bisa pergi ke sana, maka pergilah.”
  
PERJALANAN KE YATSRIB

 Lalu pendeta itu meninggal, setelah itu aku menetap di kota Amoriyah beberapa lama sampai aku melihat ada rombongan orang arab dari Bani kalbin, lalu aku berkata kepada mereka: “Apabila kalian mau membawa aku ke negara Arab, aku akan memberikan kepada kalian hewan-hewan ternakku.”

Mereka menjawab : “Ya, kami akan membawamu.” Lalu aku pergi bersama mereka, hingga sampai di Wadi Qura (sebuah tempat antara Mekah dan Madinah, mereka menipuku dan menjual diriku kepada orang Yahudi, sehingga aku menjadi budaknya. Tidak lama setelah itu aku dibeli anak paman orang Yahudi itu dari Bani Quraizhah. Lalu aku dibawa ke kota  Yatsrib (Madinah) oleh majikan baruku itu. Saat masuk kota Madinah aku melihat banyak sekali pohon kurma, maka aku berfirasat ini pasti kota yang disebutkan oleh guruku itu. Dan aku telah menyelelidiki kota Madinah dan memang persis seperti yang diceritakan oleh guruku. Maka aku tinggal di kota itu bersama majikan baruku.

Waktu itu Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam telah diutus sebagai Nabi dan kabar telah tersebar di kota itu, namun karena kesibukkanku mengabdi kepada majikan, aku tidak mendengar sama sekali nama Beliau. Tidak lama kemudian Nabi berhijrah ke kota Madinah, saat mendengar kedatangan Nabi Shallallahu’alaihi wasallam ke kota Madinah, aku berada di atas pohon kurma. Saat itu aku mendengar majikanku bercerita tentang kedatangan Nabi. Dan saat itu majikanku duduk di bawah pohon kurma, tiba-tiba datang anak pamannya dan berkata: “Semoga Allah membinasakan Qabilah Aus dan Khazraj, mereka telah berkumpul di Quba untuk menjemput seorang yang katanya Nabi .”

 MELIHAT TANDA KENABIAN

 Waktu aku mendengar omongan tadi, badanku gemetar dan aku hampir jatuh. Maka segera aku turun dari pohon kurma. Dan kukatakan kepada orang tadi: “Apa yang kau katakana, ulangilah kabar tadi.”Maka marahlah majikanku dan dia menemplengku, lalu dia berkata: “Apa urusanmu dengan hal ini, kembalilah bekerja.”

Waktu sorepun tiba, aku mengumpulkan kurma dan pergi menuju ke tempat Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam. Lalu aku masuk dan menemui Beliau, dan aku katakan
Kepada Beliau : “Aku mendengar bahwa engkau orang baik, dan aku juga mendengar engkau mempunyai teman-teman asing di sini yang tidak mempunyai makanan, ini aku telah mengumpulkan kurma sebagai sedekah, maka aku lihat kalian pantas untuk menerima ini.” Lalu aku dekatkan kurma itu kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, lalu Beliau berkata kepada Sahabat –sahabatnya : “ Makanlah”, dan Beliau tidak makan sedekah itu.
Maka aku berkata pada diriku : “Ini salah satu tanda bahwa dia Nabi.”
Lalu aku mengumpulkan lagi, dan menemui Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam di Madinah dan kukatakan padanya: “Aku melihatmu tidak makan sedekah, ini hadiah dariku untuk memuliakanmu.” Dan dia menyuruh para Sahabatnya untuk makan sama-sama. Maka kukatakan dalam diriku: “Ini tanda kedua bahwa Dia seorang Nabi.”

Kemudian tatkala Nabi Shallallahu’alaihi wasallam pergi ke pemakamam Baqi’ karena ada salah seorang yang meninggal, Beliau duduk. Maka aku ucapkan salam kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam dan aku melihat pundak Beliau untuk mengetahui tanda kenabian yang ketiga, yaitu stempel seperti telur burung merpati ada rambutnya. Aku berputar-putar melihat pundak Beliau yang tertutup kain baju. Tatkala Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam melihat aku berputar-putar, maka Dia-pun paham maksudku. Kemudian Beliau melepas selendangnya, maka aku lihat sebuah cap Kenabian. Maka baru setelah itu aku percaya bahwa Dia adalah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, dan segera aku rangkul Beliau sambil menangis.

Lalu Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Apa yang terjadi padamu, wahai Salman.” Maka aku ceritakan kisahku dari awal hingga akhir, Rasulullah Shallahu’alaihi wasallam pun senang dengan ceritaku tadi, dan Beliau menyuruh aku  menceritakan kisahku kepada para Sahabat. Maka aku ceritakan kisahku kepada mereka. Mereka merasa kagum dengan ceritaku, dan mereka senang mendengar perjuanganku dari awal hingga akhir dalam mencari kebenaran.

 KALIMAT INDAH TENTANG SALMAN DARI IBNUL QAYYIM

 Ibnul Qayyim Rahimahullah menceritakan dengan kalimat yang indah tentang Salman dalam kitabnya al-Fawa’id, bagaimana dia mendapatkan petunjuk Allah Ta’ala. Dia berkata dalam bukunya: “Allah Ta’ala seolah-olah berkata kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam: “Wahai Muhammad, engkau menginginkan Abu Thalib sedangkan Aku menginginkan Salman al-Farisi.” Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam sangat menginginkan pamanya Abu Thalib masuk Isalam. Namun dia mati dalam keadaan kafir.

Abu Thalib jika ditanya namanya maka dia akan menjawab Abdu manaf, dia sangat membanggakan nama nenek moyangnya itu. Dia sangat bangga dengan keturunannya. Jika ditanya tentang kekayaannya, maka dia akan menghitung hewan ternaknya, namamu siapa? Salman menjawab: “Abdullah (hamba Allah).”. Jika di tanya engkau anak siapa wahai Salman (nasab keturunan)?. Maka Salman akan menjawab: “Aku adalah anak Islam.” Jika di tanya kekayaammu apa? Salman menjawab: “al-Faqr (kefakiran).” Jika di tanya rumahmu dimana? Dia menjawab: “Masjid.” Jika di tanya apa pakaianmu?  Dia menjawab: “Ketaqwaan kepada Allah dan ketawadhu’an.” Jika ditanya apa bantalmu? Dia menjawab: “Beribadah di malam hari.” Jika ditanyakan kepada Salman? Apa kebanggaanmu wahai  Salman ? Salman menjawab: “Salman termasuk ahlul bait.” Jika ditanya : “apa yang engkau inginkan? Salman menjawab: “Aku menginginkan wajah Allah.” Jika ditanya engkau hendak pergi kemana?. Dia menjawab: “ Ke surga.” Jika ditanya : “Siapa pemimpin yang menunjukkan jalanmu ini? Dia menjawab: “Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam.

Salam sejahtera semoga tercurah kepada Salman al-Farisi tatkala dia mencari kebenaran, dan salam sejahtera baginya tatkala dia mendapatkan kebenaran dan beriman dengan keimanan yang sebenarnya, dan salam sejahtera kepada Salman waktu dia meninggal dan waktu dibangkitkan di hari kiamat.
 
Sumber           : Majalah Adz- Dzakhiirah vol.7 No 8 Edisi 50 hal. 48-54

Minggu, 16 Januari 2011

Shalahuddin Al-Ayyubi: Macan Perang Salib

Shalahuddin Al-Ayyubi sebenarnya hanya nama julukan dari Yusuf bin Najmuddin. Shalahuddin merupakan nama gelarnya, sedangkan al-Ayyubi nisbah keluarganya. Beliau sendiri dilahirkan pada tahun 532 H/ 1138 M di Tikrit, sebuah wilayah Kurdi di utara Iraq.

Sejak kecil Shalahuddin sudah mengenal kerasnya kehidupan. Pada usia 14 tahun, Shalahuddin ikut kaum kerabatnya ke Damaskus, menjadi tentara Sultan Nuruddin, penguasa Suriah waktu itu. Karenan memang pemberani, pangkatnya naik setelah tentara Zangi yang dipimpin oleh pamannya sendiri, Shirkuh, berhasil memukul mundur pasukan Salib (crusaders) dari perbatasan Mesir dalam serangkaian pertempuran.

Pada tahun 1169, Shalahuddin diangkat menjadi panglima dan gubernur (wazir) menggantikan pamannya yang wafat. Setelah berhasil mengadakan pemulihan dan penataan kembali sistem perekonomian dan pertahanan Mesir, Shalahuddin mulai menyusun strateginya untuk membebaskan Baitul Maqdis dari cengkeraman tentara Salib.

Shalahuddin terkenal sebagai penguasayang menunaikan kebenaranรข€”bahkan memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme. Tepat pada bulan September 1174, Shalahuddin menekan penguasa Dinasti Fatimiyyah supaya tunduk dan patuh pada Khalifah Daulat Abbasiyyah di Baghdad. Belom cukup sampai di situ, tiga tahun kemudian, sesudah kematian Sultan Nuruddin, Shalahuddin melebarkan sayap kekuasaannya ke Suriah dan utara Mesopotamia. Satu persatu wilayah penting berhasil dikuasinya: Damaskus (pada tahun 1174), Aleppo atau Halb (1138) dan Mosul (1186).

Sebagaimana diketahui, berkat perjanjian yang ditandatangani oleh Khalifah Umar bin Khattab dan Uskup Sophronius menyusul jatuhnya Antioch, Damaskus, dan Yerusalem pada tahun 636 M, orang-orang Islam, Yahudi dan Nasrani hidup rukun dan damai di Suriah dan Palestina. Mereka bebas dan aman menjalankan ajaran agama masing-masing di kota suci tersebut.

Perang Salib

Namun kerukunan yang telah berlangsung selama lebih 460 tahun itu kemudian porak-poranda akibat berbagai hasutan dan fitnah yang digembar-gemborkan oleh seorang patriarch bernama Ermite. Provokator ini berhasil mengobarkan semangat Paus Urbanus yang lantas mengirim ratusan ribu orang ke Yerusalem untuk Perang Salib Pertama. Kota suci ini berhasil mereka rebut pada tahun 1099. Ratusan ribu orang Islam dibunuh dengan kejam dan biadab, sebagaimana mereka akui sendiri: รข€ล“In Solomonรข€™s Porch and in his temple, our men rode in the blood of the Saracens up to the knees of their horses.รข€�

Menyadari betapa pentingnya kedudukan Baitul Maqdis bagi ummat Islam dan mendengar kezaliman orang-orang Kristen di sana, maka pada tahun 1187 Shalahuddin memimpin serangan ke Yerusalem. Orang Kristen mencatatnya sebagai Perang Salib ke-2. Pasukan Shalahuddin berhasil mengalahkan tentara Kristen dalam sebuah pertempuran sengit di Hittin, Galilee pada 4 July 1187. Dua bulan kemudian (Oktober tahun yang sama), Baitul Maqdis berhasil direbut kembali.

Berita jatuhnya Yerusalem menggegerkan seluruh dunia Kristen dan Eropa khususnya. Pada tahun 1189 tentara Kristen melancarkan serangan balik (Perang Salib ke-3), dipimpin langsung oleh Kaisar Jerman Frederick Barbarossa, Raja Prancis Philip Augustus dan Raja Inggris Richard รข€˜the Lion Heartรข€™.

Perang berlangsung cukup lama. Baitul Maqdis berhasil dipertahankan, dan gencatan senjata akhirnya disepakati oleh kedua-belah pihak. Pada tahun 1192 Shalahuddin dan Raja Richard menandatangani perjanjian damai yang isinya membagi wilayah Palestina menjadi dua: daerah pesisir Laut Tengah bagi orang Kristen, sedangkan daerah perkotaan untuk orang Islam; namun demikian kedua-belah pihak boleh berkunjung ke daerah lain dengan aman.

Setahun kemudian, tepatnya pada 4 Maret 1193, Shalahuddin menghembuskan nafasnya yang terakhir. Ketika meninggal dunia di Damaskus, Shalahuddin tidak memiliki harta benda yang berarti. Padahal beliau adalah seorang pemimpin. Tapi hal baik yang ditinggalkan oleh orang baik selalu akan menjadi bagian kehidupan selamanya. Kontribusinya buat Islam sungguh tidak pernah bisa diukur dengan apapun di dunia ini.

Parcel untuk Musuh

Banyak kisah-kisah unik dan menarik seputar Shalahuddin al-Ayyubi yang layak dijadikan teladan, terutama sikap ksatria dan kemuliaan hatinya. Di tengah suasana perang, ia berkali-kali mengirimkan es dan buah-buahan untuk Raja Richard yang saat itu jatuh sakit.

Ketika menaklukkan Kairo, ia tidak serta-merta mengusir keluarga Dinasti Fatimiyyah dari istana-istana mereka. Ia menunggu sampai raja mereka wafat, baru kemudian anggota keluarganya diantar ke tempat pengasingan mereka. Gerbang kota tempat benteng istana dibuka untuk umum. Rakyat dibolehkan tinggal di kawasan yang dahulunya khusus untuk para bangsawan Bani Fatimiyyah. Di Kairo, ia bukan hanya membangun masjid dan benteng, tapi juga sekolah, rumah-sakit dan bahkan gereja.

Shalahuddin juga dikenal sebagai orang yang saleh dan waraรข€˜. Ia tidak pernah meninggalkan salat fardu dan gemar salat berjamaah. Bahkan ketika sakit keras pun ia tetap berpuasa, walaupun dokter menasihatinya supaya berbuka. รข€ล“Aku tidak tahu bila ajal akan menemuiku,รข€� katanya.

Shalahuddin amat dekat dan sangat dicintai oleh rakyatnya. Ia menetapkan hari Senin dan Selasa sebagai waktu tatap muka dan menerima siapa saja yang memerlukan bantuannya. Ia tidka nepotis atau pilih kasih. Pernah seorang lelaki mengadukan perihal keponakannya, Taqiyyuddin. Shalahuddin langsung memanggil anak saudaranya itu untuk dimintai keterangan.

Pernah juga suatu kali ada yang membuat tuduhan kepadanya. Walaupun tuduhan tersebut terbukti tidak berdasar sama sekali, Shalahuddin tidak marah. Ia bahkan menghadiahkan orang yang menuduhnya itu sehelai jubah dan beberapa pemberian lain. Ia memang gemar menyedekahkan apa saja yang dimilikinya dan memberikan hadiah kepada orang lain, khususnya tamu-tamunya.

Ia juga dikenal sangat lembut hati, bahkan kepada pelayannya sekalipun. Pernah ketika ia sangat kehausan dan minta dibawakan segelas air, pembantunya menyuguhkan air yang agak panas. Tanpa menunjukkan kemarahan ia terus meminumnya. Kezuhudan Shalahuddin tertuang dalam ucapannya yang selalu dikenang: รข€ล“Ada orang yang baginya uang dan debu sama saja.

* sumber : berbagaisumber

Sultan Muhammad Al-Fatih Dan Pembukaan Istanbul 1453M

Istanbul atau yang dulunya dikenali sebagai Costantinople, adalah salah sebuah bandar nostalgia dunia. Tidak setakat tercatat oleh tinta Sejarah Islam, bahkan statusnya sebagai salah sebuah bandar utama dunia, pasti mengundang seisi alam manusia untuk meninjau dan menghubungkan sejarah kegemilangan masing-masing dengannya Istanbul diasaskan pada tahun 330M oleh Maharaja Byzantine iaitu Costantine I.
Kedudukannya yang strategik, diungkapkan oleh Napoleon Bonapart sebagai, “…kalaulah dunia ini sebuah negara, maka Costantinople inilah yang paling layak menjadi ibu negaranya!”. Costantinople telah pun menjadi ibu negara Empayar Byzantine semenjak penubuhannya. Ini menjadikan bandar berkenaan sebagai salah sebuah bandar terbesar dan utama dunia.
Kedudukan Costantinople yang sedemikian rupa, meletakkan ia di kedudukan yang istimewa apabila umat Islam memulakan agenda pertembungan mereka dengan Empayar Byzantine. Rasulullah SAW telah pun beberapa kali memberikan khabar gembira tentang pembukaan kota ini di tangan umat Islam seperti yang dinyatakan oleh Baginda SAW di dalam peperangan handak. Sabda baginda SAW :
“Sesungguhnya Costantinople itu pasti akan dibuka. Sebaik-baik ketua adalah ketuanya, dan sebaik-baik tentera adalah tenteranya”
Terdapat banyak lagi hadith lain seperti ini dan ia menimbulkan keghairahan para khalifah dan pemimpin Islam untuk berusaha menawan kota Costantinople berkenaan. Usaha pertama dilancarkan pada tahun 44H iaitu di zaman Muawiyah bin Abi Sufian RA. Akan tetapi, usaha berkenaan gagal dan Abu Ayyub Al-Ansari yang merupakan salah seorang sahabat Nabi yang menyertainya, syahid di pinggir kota Costantinople berkenaan. Manakala di zaman Sulaiman bin Abdul Malik pula, Khilafah Umayah telah menyediakan pasukan terhandal untuk menawan kembali kota berkenaan pada tahun 98H tetapi masih belum diizinkan oleh Allah SWT. (rujuk Al-Ibar oleh Ibnu Khaldun 3 / 70 dan Tarikh Khalifah bin Khayyath ms. 315)
Di zaman pemerintahan kerajaan Abbasiyyah, beberapa usaha diteruskan tetapi masih menemui kegagalan termasuk usaha di zaman Khalifah Harun Ar-Rasyid tahun 190H.
Selepas kejatuhan Baghdad tahun 656H, usaha menawan Costantinople diteruskan pula oleh kerajaan-kerajaan kecil di Asia Minor (Anatolia) terutamanya Kerajaan Seljuk. Pemimpin masyhurnya, Alp Arslan (455-465H / 1063-1072M) telah berjaya mengalahkan Maharaja Rum, Dimonos, pada tahun 463H / 1070M. Beliau telah menangkap lalu memenjarakannya sebelum dibebaskan dengan persetujuan untuk membayar jizyah tahunan kepada Kesultanan Seljuk. Peristiwa ini telah meletakkan sebahagian besar Empayar Rom di bawah pengaruh Kerajaan Islam Seljuk.
Bagaimana pun, selepas daripada merosot dan jatuhnya Kerajaan Seljuk berkenaan, terbentuk pula beberapa kerajaan kecil di Anatolia. Antaranya ialah kerajaan Seljuk Rum yang telah berjaya meluaskan kekuasaannya sehingga ke pantai Laut Ege di barat, seterusnya melemahkan pengaruh dan kekuasaan Empayar Rome.

Costantinople Dan Daulah Othmaniyyah
Di awal kurun ke-8 hijrah / 14M, Daulah Othmaniyyah telah mengadakan persepakatan bersama Seljuk Rum yang ketika itu berpusat di bandar Konya. Persepakatan ini memberikan nafas baru kepada usaha umat Islam untuk menawan Costantinople. Usaha awal yang dibuat ialah di zaman Sultan Yildrim Beyazid yang mana beliau telah berjaya mengepung kota itu pada tahun 796H / 1393M. Peluang yang ada telah digunakan oleh Sultan Beyazid untuk memaksa Maharaja Byzantine menyerahkan Costantinople secara aman kepada umat Islam. Akan tetapi, usahanya itu menemui kegagalan dengan kedatangan bantuan Eropah dan dalam masa yang sama, tentera Mongol di bawah pimpinan Timurlank telah menyerang Daulah Othmaniyyah. Serangan itu dikenali sebagai Perang Ankara dan ini telah memaksa Sultan Beyazid untuk menarik balik tenteranya bagi mempertahankan negara dari serangan Mongol. Dalam peperangan itu, beliau telah ditawan dan kemudiannya meninggal dunia pada tahun 1402M. Kejadian itu telah menyebabkan idea untuk menawan Costantinople terhenti untuk beberapa ketika.
Selepas Daulah Othmaniyyah mencapai ke peringkat yang lebih maju dan tersusun, roh jihad telah hidup semua dengan nafas baru. Semangat dan kesungguhan yang ada itu telah mendorong Sultan Murad II (824-863H / 1421-1451M) untuk meneruskan usaha menawan Costantinople. Beberapa usaha telah berjaya dibuat untuk mengepung kota itu tetapi dalam masa yang sama berlaku pengkhianatan di pihak umat Islam. Mahajara Byzantine telah mengambil peluang ini untuk menabur fitnah dan mengucar-kacirkan saf tentera Islam. Usaha Sultan Murad II itu tidak berjaya sampai ke sasarannya sehinggalah di zaman anak beliau, Sultan Muhammad Al-Fatih, sultan ke-7 Daulah Othmaniyyah.
Semenjak kecil, Sultan Muhammad Al-Fatih telah meneliti dan meninjau usaha ayahnya menawan Costantinople. Bahkan beliau terus mengkaji tentang usaha-usaha yang pernah dibuat sepanjang sejarah Islam ke arah itu, sehingga menimbulkan keazaman yang kuat untuk beliau meneruskan cita-cita umat Islam zaman berzaman itu. Ketika menaiki takhta pada tahun 855H / 1451M, beliau telah mula berfikir dan menyusun strategi untuk menawan kota berkenaan..
Kekuatan Sultan Muhammad Al-Fatih banyak terletak pada ketinggian peribadinya. Semenjak kecil, beliau telah ditarbiah secara intensif oleh para ulamak terulung di zamannya. Di zaman ayahnya, iaitu Sultan Murad II, Asy-Syeikh Muhammad bin Ismail Al-Kurani telah menjadi murabbi Amir Muhammad (Al-Fatih). Ketika itu, Amir Muhammad adalah ketua bagi kawasan Manisa. Sultan Murad II telah menghantar beberapa orang ulamak untuk mengajar anaknya sebelum itu, tetapi tidak diendahkan oleh Amir Muhammad. Lalu, beliau menghantar Asy-Syeikh Al-Kurani dan memberikan kuasa kepadanya untuk memukul Amir Muhammad jika beliau membantah tunjuk ajar gurunya. Apabila beliau menemui Amir Muhammad dan menjelaskan tentang hak yang diberikan oleh baginda Sultan, Amir Muhammad ketawa lalu dipukul oleh Asy-Syeikh Al-Kurani dengan begitu kuat sekali. Peristiwa ini telah menimbulkan kesan yang mendalam pada diri Amir Muhammad lantas selepas itu beliau terus menghafal Al-Quran dalam masa yang singkat
Tarbiah yang diberikan oleh para ulamak murabbi itu memberikan pengaruh yang besar, bukan hanya kepada peribadi Sultan, bahkan kepada corak pemerintahan dan adat resam Daulah Othmaniyyah itu sendiri. Sekiranya Sultan melakukan kesilapan, murabbinya itu akan menegur. Sultan juga dipanggilnya dengan nama dan apabila bersalam, Sultan yang akan mencium tangan ulamak yang menjadi murabbinya itu.Dengan tarbiah yang teliti dan penuh terhormat seperti ini, tidak hairanlah jika peribadi-peribadi yang unggul seperti Muhammad Al-Fatih lahir menempa nama di persada sejarah..
Asy-Syeikh Ak Semsettin
Dalam masa yang sama Asy-Syeikh Ak Samsettin (Syamsuddin) merupakan murabbi Sultan Muhammad Al-Fatih yang hakiki. Namanya yang sebenar ialah Muhammad bin Hamzah Ad-Dimasyqi Ar-Rumi yang mana nasabnya sampai kepada Saidina Abu Bakar As-Siddiq RA. Beliau mengajar Amir Muhammad ilmu-ilmu asas iaitu Al-Qur'an, Al-Hadith, Feqah, Linguistik (Arab, Parsi dan Turki) dan juga ilmu kemahiran yang lain seperti Matematik, Falak, Sejarah, Ilmu Peperangan dan sebagainya.
Semenjak kecil, Syeikh Ak Semsettin berjaya meyakinkan Amir Muhammad bahawa beliau adalah orang yang dimaksudkan oleh Rasulullah SAW di dalam hadith pembukaan Costantinople berkenaan. Apabila beliau menaiki takhta, Sultan Muhammad segera menemui Syeikh Ak Semsettin bagi menyiapkan bala tentera ke arah penawanan Costantinople, demi merealisasikan hadith Rasulullah SAW berkenaan. Peperangan yang maha hebat itu memakan masa selama 54 hari.
Sultan Muhammad Al-Fatih sangat menyayangi Syeikh Ak Semsettin. Beliau mempunyai kedudukan yang istimewa pada diri Sultan Muhammad Al-Fatih dan ini sangat jelas dinyatakan oleh beliau ketika pembukaan Istanbul, "...sesungguhnya kamu semua melihat aku gembira sekali. Kegembiraanku ini bukanlah semata-mata kerana kejayaan kita menawan kota ini, akan tetapi ia adalah kerana hadirnya di sisiku syeikhku yang mulia, dialah pendidikku, Asy-Syeikh Ak Semsettin."

Persediaan Ke Arah Penawanan
Sultan Muhammad Al-Fatih telah membuat persediaan yang besar ke arah mencapai matlamatnya menawan Costantinople. Beliau telah menyediakan mujahid seramai kira-kira 250,000 dan ini merupakan angka yang begitu besar jika dibandingkan dengan tentera negara lain di zaman itu. Para mujahid berkenaan diberikan latihan intensif dan sentiasa diperingatkan dengan pujian Rasulullah SAW kepada tentera yang akan menawan Costantinople itu nanti
Beliau telah membina Kota Rumeli (Rumeli Hisari) di tebing Eropah Selat Bosphorus iaitu di bahagian tersempit antara tebing Asia dan Eropah. Kota yang berhadapan dengan kota binaan Sultan Beyazid di sebelah tebing Asia ini, mempunyai peranan yang besar dalam usaha mengawal lalu lintas di selat tersebut. Maharaja Byzantine telah berusaha gigih untuk menghalang Sultan Muhammad Al-Fatih daripada membina kota berkenaan tetapi gagal menghalangnya.
Sultan Muhammad Al-Fatih juga berusaha untuk mempertingkatkan kelengkapan senjatanya. Beliau telah menapatkan khidmat pakar membina meriam bernama Orban. Beberapa meriam telah dibina termasuk Meriam Diraja yang masyhur. Catatan menceritakan betapa meriam ini adalah yang terbesar di zaman berkenaan. Beratnya beratus tan dan memerlukan beratus tenaga tentera untuk mengangkutnya. Beliau juga menyediakan kira-kira 400 buah kapal laut untuk tujuan yang sama.
Sebelum serangan dibuat, Sultan Muhammad Al-Fatih telah mengadakan perjanjian dengan musuh-musuh yang lain. Ini merupakan strategi yang penting supaya seluruh tenaga dapat ditumpukan kepada musuh yang satu tanpa ada sebarang ancaman yang berada di luar jangkaan. Antaranya ialah perjanjian yang dibuat dengan kerajaan Galata yang berjiran dengan Byzantine. Perkembangan ini sangat membimbangkan Maharaja Byzantine lantas pelbagai cubaan dibuat untuk menawan hati Sultan Muhammad Al-Fatih supaya membatalkan hasratnya. Hadiah dan rasuh cuba dibuat untuk tujuan berkenaan. Akan tetapi semuanya menemui kegagalan.
Keazaman yang begitu kuat pada diri Sultan Muhammad Al-Fatih telah mendorong Maharaja Byzantine berusaha mendapatkan pertolongan daripada negara-negara Eropah. Tanpa segan silu, beliau memohon pertolongan dari kepimpinan gereja Katholik, sedangkan ketika itu semua gereja di Costantinople bermazhab Orthodoks. Atas dasar bermuka-muka demi mengekalkan kuasanya, Maharaja Byzantine telah mengaku bersetuju untuk menukar mazhab di Costantinople demi menyatukan kedua-dua aliran yang saling bermusuh itu. Wakil telah dihantar dari Eropah ke Costantinople untuk tujuan berkenaan. Beliau telah berkhutbah di Gereja Aya Sofya menyatakan ketundukan Byzantine kepada Katholik. Akan tetapi hal ini telah menimbulkan kemarahan penduduk Costantinople yang bermazhab Orthodoks. Sehinggakan ada di antara pemimpin Orthodoks berkata, "sesungguhnya aku lebih rela melihat di bumi Byzantine ini serban para orang Turki (muslim) daripada aku melihat topi Latin!"Situasi ini telah mencetuskan pemberotakan rakyat terhadap keputusan maharaja yang dianggap khianat.

Serangan
Costantinople mempunyai keistimewaannya yang tersendiri dari aspek geografi. Ia dikelilingi oleh lautan dari tiga penjuru iaitu Selat Bhosphore, Laut Marmara Dan Perairan Tanjung Emas (Golden Horn) yang dihalang pintu masuknya oleh rantai besi raksasa. Ia berfungsi menghalang kapal daripada masuk ke pintu utama Kota Costantinople.
Selepas melalui proses persiapan yang teliti, akhirnya Sultan Muhammad Al-Fatih telah tiba di hadapan kota Costantinople pada hari Khamis 26 Rabiul Awal 857H bersamaan 6 April 1453M. Di hadapan tentera yang menjangkau jumpa 250 ribu, Al-Fatih telah menyampaikan khutbah mengingatkan para mujahid tentang kelebihan jihad, kepentingan memuliakan niat dan harapan kemenangan di hadapan Allah SWT dsb. Beliau juga membacakan ayat-ayat Al-Quran mengenainya serta hadith Nabi SAW tentang pembukaan kota Costantinople. Ini semua memberikan kesan semangat yang tinggi dan jitu pada bala tentera itu lantas mereka menyambutnya dengan zikir, pujian dan doa kepada Allah SWT. Kehadiran para ulamak di tengah-tengah saf para mujahid itu juga menebalkan lagi keazaman mereka untuk menunaikan kewajipan jihad tersebut.
Keesokan harinya, Sultan Muhammad Al-Fatih telah menyusun dan membahagikan tenteranya kepada tiga kumpulan. Pertamanya adalah kumpulan utama yang bertugas mengawal kota yang mengelilingi Costantinople. Di belakang kumpulan utama itu adalah tentera simpanan yang bertugas menyokong tentera utama di hadapan. Meriam Diraja telah dihalakan ke pintu Topkapi. Pasukan pengawal juga diletakkan di beberapa kawasan strategik seperti kawasan-kawasan bukit di sekitar Kota Byzantine itu. Kapal-kapal laut Othmaniyyah juga diletakkan di sekitar perairan yang mengelilingi Costantinople. Akan tetapi kapal-kapal berkenaan tidak berjaya memasuki perairan Tanjung Emas disebabkan oleh kehadiran rantai raksasa yang mengawal pintu masuk.
Semenjak hari pertama serangan, tentera Byzantine telah berusaha keras menghalang tentera Othmaniyyah daripada merapati pintu-pintu masuk kota mereka. Tetapi serangan strategik tentera Islam telah berjaya mematahkan halangan itu, ditambah pula dengan serangan meriam dari pelbagai sudut. Bunyi meriam itu telah menimbulkan rasa takut yang amat sangat kepada penduduk Costantinople sehingga menjejaskan semangat mereka untuk bertahan.
Tentera Laut Othmaniyyah telah mencuba beberapa kali untuk melepasi rantai besi di pintu masuk Tanjung Emas. Dalam masa yang sama, panahan diarahkan kepada kapal-kapal Byzantine danEropah yang tiba untuk membantu. Walau bagaimana pun usaha ini tidak berjaya, dan ini memberikan semacam semangat di awalnya kepada penduduk Costantinople. Para paderi berjalan di lorong-lorong kota, mengingatkan penduduk supaya membanyakkan sabar serta terus berdoa kepada Jesus dan Maryam supaya menyelamatkan Costantinople. Maharaja Byzantine juga berulang-alik ke Gereja Aya Sofya untuk tujuan yang sama.

Perjanjian Al-Fatih Dengan Maharaja Costantine
Maharaja Costantine mencuba sedaya upayanya untuk menundukkan Al-Fatih. Pelbagai hadiah dan tawaran dikemukakan demi untuk menyelamatkan kedudukannya itu. Akan tetapi Al-Fatih tidak menerima kesemua tawaran itu sebaliknya memberi kata putus supaya Costantinople diserahkan kepada Daulah Othmaniyyah secara aman. Al-Fatih berjanji, jika Costantinople diserahkan secara aman, tiada seorang pun yang akan diapa-apakan bahkan tiada gereja dan harta benda penduduk Costantinople yang akan dimusnahkan. Antara isi kandungan risalahnya itu, "... serahkan empayar kamu, kota Costantinople. Aku bersumpah bahawa tenteraku tidak akan mengancam sesiapa sama ada nyawa, harta dan kehormatannya. Mereka yang mahu terus tinggal dan hidup dengan amat sejahtera di Costantinople, bebas berbuat demikian. Dan sesiapa yang mahu meninggalkan kota ini dengan aman sejahtera juga dipersilakan".
Walaupun begitu, kepungan tentera Al-Fatih masih belum sempurna disebabkan oleh rantai besi yang melindungi pintu masuk Tanjung Emas itu. Dalam pada itu, para mujahid tetap terus melancarkan serangan demi serangan dan pada 18 April 1453M, pasukan penyerang Othmaniyyah telah berjaya memecah tembok Byzantine di Lembah Lycos yang terletak di sebelah barat kota. Tentera Byzantine telah berusaha sedaya upayanya untuk mempertahankan kota dari serangan itu. Pertempuran sengit berlaku bersama iringan hujan anak panah yang amat dahsyat.
Pada hari yang sama, beberapa buah kapal laut Othmaniyyah telah cuba merempuh rantai besi di Tanjung Emas. Akan tetapi, gabungan tentera laut Byzantine dan Eropah telah berjaya menangkis serangan itu bahkan beberapa buah kapal laut Othmaniyyah telah musnah menyebabkan yang lain terpaksa pulang ke kawasan masing-masing untuk mengelakkan kemusnahan yang berterusan.
Dua hari selepas serangan itu, berlaku sekali lagi serangan laut antara kedua belah pihak. Sultan Muhammad Al-Fatih sendiri mengawasi misi berkenaan dari pantai. Beliau telah menghantar utusan kepada tentera laut yang sedang berperang. Katanya, ".. sama ada kamu tawan kapal-kapal itu atau pun kamu tenggelamkan sahaja kesemuanya. Sekiranya kamu gagal, maka jangan pulang kepada kami sedangkan kamu semua hidup!".
Ketika itu juga, Sultan Muhammad Al-Fatih menunggang kudanya sehingga ke gigi laut sambil menjerit dengan sekuat hati nama ketua misi berkenaan, Palta Oglu, untuk memberikan semangat. Kesungguhan Al-Fatih itu, menaikkan semangat tenteranya. Namun, tentera kristian berjaya juga mematahkan serangan mujahidin walaupun mereka bersungguh- sungguh melancarkan serangan demi serangan. Kegagalan tersebut menyebabkan Sultan Muhammad Al-Fatih menjadi begitu marah lalu memecat Palta Oglu dan digantikan dengan Hamzah Pasha.
Kegagalan serangan tersebut telah memberikan kesan yang besar kepada tentera Othmaniyyah. Khalil Pasha yang merupakan wazir ketika itu cuba untuk memujuk Al-Fatih supaya membatalkan serangan serta menerima sahaja perjanjian penduduk Costantinople untuk tunduk kepada Daulah Othmaniyyah tanpa menakluknya. Cadangan itu ditolak mentah-mentah oleh Al-Fatih. Kini tiba masanya beliau berfikir tentang helah untuk tentera laut Othmaniyyah berjaya membolos Tanjung Emas...

Keajaiban Tentera Othmaniyyah
Sultan Muhammad Al-Fatih telah menemui satu kaedah luar biasa untuk membawa kapalnya masuk ke perairan Tanjung Emas. Kaedah yang tidak pernah terfikir oleh mana-mana tentera sebelumnya untuk melakukannya. Beliau telah memanggil tenteranya dan menyarankan kepada mereka supaya membawa kapal-kapal itu masuk ke perairan Tanjung Emas melalui jalan darat! Malam itu juga, tentera Othmaniyyah dengan semangat dan kekuatan luar biasa telah berjaya menarik 70 kapal dari pantai Besiktas ke Galata melalui bukit yang begitu tinggi dengan jarak melebihi 3 batu! Sesungguhnya kejadian ini sangat luar biasa dan di luar bayangan manusia hingga ke hari ini.
Pagi 22 April itu, penduduk Costantinople dikejutkan dengan laungan takbir dan nasyid para mujahidin di Tanjung Emas. Tiada siapa yang dapat membayangkan bagaimana semua itu boleh berlaku hanya pada satu malam. Bahkan ada yang menyangka bahawa tentera Al-Fatih mendapat bantuan jin dan syaitan! Yilmaz Oztuna di dalam bukunya Osmanli Tarihi menceritakan bagaimana seorang ahli sejarah Byzantine berkata, "Tidaklah kami pernah melihat atau mendengar hal ajaib seperti ini. Muhammad Al-Fatih telah menukar darat menjadi lautan, melayarkan kapalnya di puncak gunung dan bukannya di ombak lautan. Sesungguhnya Muhammad Al-Fatih dengan usahanya ini telah mengatasi Alexander The Great!"
Costantine telah bermesyuarat dengan para pemimpin kerajaan Byzantine tentang strategi seterusnya, tetapi mereka gagal mencapai kata sepakat. Costantine menolak cadangan supaya beliau sendiri pergi mendapatkan pertolongan daripada umat kristian di Eropah bahkan tetap dengan keputusannya untuk mempertahankan Costantinople hingga ke titisan darah yang terakhir.

Serangan Besar-besaran Mujahidin
Dengan kedudukan tentera Othmaniyyah yang sudah semakin mantap, Sultan Muhammad Al-Fatih telah melancarkan serangan besar-besaran ke benteng terakhir Byzantine. Tembakan meriam yang telah memusnahkan sebuah kapal dagang di Tanjung Emas, menyebabkan tentera Eropah yang lain lari ketakutan. Mereka telah meninggalkan pertempuran melalui kota Galata. Semenjak kejayaan kapal mujahiden memasuki perairan Tanjung Emas, serangan dilancarkan siang dan malam tanpa henti.
Laungan takbir "Allahu Akbar, Allahu Akbar!" yang mengisi ruang angkasa Costantinople telah memberikan semacam serangan psikologi kepada penduduk kota berkenaan. Seakan mendengar panahan petir, semangat mereka terus luntur dengan ancaman demi ancaman kalimah tauhid tentera Al-Fatih itu. Dalam masa yang sama, Al-Fatih dan tenteranya sentiasa mengejutkan mereka dengan seni perang yang baru sehingga menggawatkan pertahanan tentera salib itu.
Ketika ribut yang ada belum reda, penduduk Costantinople menyedari bahawa tentera Islam telah mengorek terowong untuk masuk ke pusat kota. Ketakutan melanda penduduk sehingga mereka curiga dengan bunyi tapak kaki sendiri. Merasakan yang bila-bila masa sahaja tentera 'Turki' akan keluar dari perut bumi berikutan dengan pembinaan terowong itu.

Usaha Damai Terakhir
Sultan Muhammad Al-Fatih yakin bahawa kemenangan semakin hampir. Kecintaannya kepada Costantinople yang dijanjikan oleh Rasulullah SAW, mendorong beliau untuk terus berusaha agar Costantine menyerah kalah tanpa terus membiarkan kota itu musnah. Sekali lagi beliau menghantar utusan meminta Costantine supaya menyerahkan Costantinople secara aman. Apabila utusan berkenaan sampai kepadanya, Costantine telah berbincang dengan para menterinya. Ada yang mencadangkan supaya mereka menyerah kalah dan ada pula yang mahukan pertahanan diteruskan hingga ke penamat. Costantine akhirnya bersetuju dengan pandangan kedua lantas menghantar maklum balas dengan katanya, "... syukur kepada Tuhan kerana Sultan mahukan keamanan dan bersedia menerima pembayaran jizyah. Akan tetapi Costantine bersumpah untuk terus bertahan hingga ke akhir hayatnya demi takhta... atau mati sahaja dan dikuburkan di kota ini!". Apabila jawapan Costantine ini diterima, Al-Fatih menjawab, "Baiklah... tidak lama lagi akan terhasil bagiku di Costantinople itu sama ada takhta atau keranda...!".
Perbincangan dilakukan oleh Al-Fatih tentang strategi seterusnya. Pelbagai kemungkinan dipertimbangkan dan akhirnya keputusan dibuat untuk meneruskan rancangan menawan Costantinople sebagaimana yang telah disusun.

Hari Kemenangan
Pada 27 Mei 1453, Sultan Muhammad Al-Fatih bersama tenteranya telah berusaha keras membersihkan diri di hadapan Allah SWT. Mereka membanyakkan solat, doa dan zikir dengan harapan Allah SWT akan memudahkan kemenangan. Para ulamak pula memeriksa barisan tentera sambil memberi semangat kepada para mujahidin. Mereka diperingatkan tentang kelebihan jihad dan syahid serta kemuliaan para syuhada' terdahulu khususnya Abu Ayyub Al-Ansari RA. "...sesungguhnya apabila Rasulullah SAW tiba di Madinah ketika kemenangan hijrah, baginda SAW telah pergi ke rumah Abu Ayyub Al-Ansari. Sesungguhnya Abu Ayyub telah pun datang (ke Costantinople) dan berada di sini!" Kata-kata ini telah membakar semangat tentera Al-Fatih hingga ke kemuncaknya.
Dalam masa yang sama, penduduk Costantine melakukan upacara peribadatan secara bersungguh-sungguh dengan harapan Tuhan akan membantu mereka...
Tepat jam 1 pagi hari Selasa 20 Jamadil Awal 857H / 29 Mei 1453M, serangan utama dilancarkan. Para mujahidin diperintahkan supaya meninggikan suara takbir kalimah tauhid sambil menyerang kota. Penduduk Costantinople telah berada di kemuncak ketakutan mereka pagi itu. Mujahidin yang sememangnya menginginkan syahid, begitu berani menyerbu tentera salib di kota itu.
Tentera Othmaniyyah akhirnya berjaya menembusi kota Costantinople melalui Pintu Edirne dan mereka telah mengibarkan bendera Daulah Othmaniyyah di puncak kota. Costantine yang melihat kejadian itu berasa putus asa untuk bertahan lantas menanggalkan pakaian maharajanya supaya tidak dikenali musuh. Akhirnya beliau menemui ajal dalam keadaan yang amat mengaibkan.
Berita kematian Costantine telah menaikkan lagi semangat tentera Islam untuk menyerang. Begitu juga sebaliknya, bagaikan pokok tercabut akar, tentera salib menjadi kucar kacir apabila berita kematian maharajanya tersebar. Kesungguhan dan semangat juang yang tinggi di kalangan tentera Al-Fatih, akhirnya berjaya sampai ke cita-cita mereka. Kejayaan menguasai Costantinople telah disambut dengan penuh rasa syukur oleh Al-Fatih serta... seisi langit dan bumi. Beliau bertitah, ".. Alhamdulillah, semoga Allah merahmati para syuhada', memberikan kemuliaan kepada mujahidin, serta kebanggaan dan syukur buat rakyatku"

Sebaik-baik Ketua Dan Tentera
Pada hari itu, majoriti penduduk Costantinople bersembunyi di gereja-gereja sekitar kota. Sultan Muhammad Al-Fatih berpesan kepada tenteranya supaya bermuamalah dengan baik kepada penduduk Costantinople sambil mengucapkan tahniah kepada tenteranya yang berjaya merealisasikan sabda Rasulullah SAW:
“Sesungguhnya Costantinople itu pasti akan dibuka. Sebaik-baik ketua adalah ketuanya, dan sebaik-baik tentera adalah tenteranya”
Dengan penuh rasa syukur dan tawadhu, Sultan Muhammad Al-Fatih telah sujud ke bumi mengucapkan sebesar-besar syukur ke hadrat Allah atas kemenangan bersejarah itu.
Beliau kemudiannya menuju ke Gereja Aya Sofya yang ketika itu menjadi tempat perlindungan sejumlah besar penduduk kota berkenaan. Ketakutan jelas terbayang di wajah masing-masing bilamana beliau menghampiri pintu. Salah seorang paderi telah membuka pintu gereja, dan Al-Fatih meminta beliau supaya menenangkan sekalian mereka yang ada. Dengan toleransi Al-Fatih, ramai yang keluar dari tempat persembunyian masing-masing bahkan ada di kalangan paderi yang terus menyatakan keislaman mereka.
Selepas itu, Sultan Muhammad Al-Fatih telah mengarahkan supaya gereja berkenaan ditukar menjadi masjid supaya Jumaat pertama nanti akan dikerjakan solat di masjid ini. Para pekerja bertugas bertungkus lumus menanggalkan salib, patung dan gambar-gambar untuk tujuan berkenaan. Pada hari Jumaat itu, Sultan Muhammad Al-Fatih bersama para muslimin telah mendirikan solat Jumaat di Masjid Aya Sofya. Khutbah yang pertama di Aya Sofya itu telah disampaikan oleh Asy-Syeikh Ak Semsettin. Pada hari itu juga Sultan Muhammad Al-Fatih telah bersumpah bahawa barangsiapa yang menukar Masjid Aya Sofya kembali kepada gereja, maka akan berolehlah kutukan dan laknat darinya dan Tuhan Masjid Aya Sofya itu.
Nama Costantinople kemudiannya ditukar kepada "Islam Bol", yang bermaksud "Bandar Islam" dan kemudiannya dijadikan sebagai ibu negara ketiga Khilafah Othmaniyyah selepas Bursa dan Edirne . Kekallah bumi yang mulia itu sebagai pusat pemerintahan, ketamadunan, keilmuan dan keagungan Islam berkurun lamanya.. sehinggalah Khilafah Othmaniyyah ditamatkan sejarahnya oleh Mustafa Kemal Ataturk secara rasminya pada tahun 1924M.
Aya Sofya kembali dikristiankan oleh Ataturk atas nama muzium. Gambar- gambar syirik kembali bertempelan di kubah masjid yang berdukacita itu. Manifesto Parti Refah pada pilihanraya yang lalu untuk mengembalikan Masjid Aya Sofya ke kegemilangan sejarahnya, berkubur buat sementara dengan pengharaman parti itu beberapa tahun yang lalu. Sesungguhnya seluruh umat Islam merindukan suara azan membesarkan Allah kembali berkumandang di menara Aya Sofya. Semoga Istanbul kembali ke pangkuan Islam dan muslimin. Amien ya Rabbal 'Alamin....

* sumber : berbagai sumber

Sabtu, 15 Januari 2011

Surat Cinta Teruntuk Tamu-tamu Allah

** Artikel Buletin An-Nur :

Saudaraku tamu Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang baik Salah satu hal penting yang hendaknya engkau perhatikan saat engkau berkunjung atau hendak berkunjung ke rumah Allah (baca : masjid ) adalah engkau mengetahui hal-hal yang tidak diperkenankan bagimu sebagai seorang tamu saat engkau berkunjung ke rumah Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Maka, dengan memohon pertolongan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala kulayangkan surat cinta ini padamu. 

Saudaraku tamu Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang baik.

* Yang pertama:
Sahabat mulia Anas bin Malik Rodhiyallohu 'Anhu pernah menuturkan, tatkala kami tengah duduk-duduk di masjid bersama dengan Rasulullah Shollalluhu 'Alaihi Wa Sallam, datanglah seorang rabiy lalu ia berdiri dan
kencing di dalam masjid ( melihat hal itu ) para sahabat beliau berkomentar seraya mengatakan, "Stop stop (apa ini?)"?  Maka, Rasulullah Shollalluhu 'Alaihi Wa Sallam kemudian mengatakan, "Janganlah kalian
menghentikannya, biarkanlah dia sampai selesai".. ( Mendengar instruksi Rasulullah Shollallohu 'Alaihi Wa Sallam tersebut ) para sahabat pun meninggalkan orang itu hingga ia menyelesaikan kencingnya. Setelah itu, kemudian beliau Shollalluhu 'Alaihi Wa Sallam memanggil orang itu lalu beliau mengatakan, "Sesungguhnya masjid ini tidak layak sedikitpun untuk kencing di dalamnya, dan tidak pula kotoran. Akan tetapi ia adalah tempat untuk berdzikir kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala sholat dan membaca Al-Qur".  
( HR. Muslim, no.687 )

Jadi, engkau sebagai tamu Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang baik tidak boleh melakukan hal-hal yang akan menodai kesucian rumah Allah Subhanahu WaTa'ala.

* Yang kedua:
Dari sahabat yang mulia Anas bin Malik juga, ia menuturkan bahwa Nabi Shollallohu 'Alaihi Wa Sallam pernah bersabda, "Meludah di dalam masjid merupakan suatu kesalahan. Dan, tebusannya adalah memendamnya." ( HR.Muslim, no. 1259 )

Ya, jadi engkau wahai tamu Allah yang baik, juga dilarang untuk meludah di dalam rumah Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Abu Dzar Rodhiyallohu 'Anhu pernah berkata bahwa Rasulullah Shollallohu 'Alaihi Wa Sallam Wa Sallam pernah bersabda, "Amal-amal baik dan buruk ummatku pernah diperlihatkan kepadaku, maka aku dapati di antara bentuk amal kebaikan yang mereka lakukan adalah sesuatu yang mengganggu yang disingkirkan dari jalan. Dan, aku juga dapati di antara bentuk amalan mereka yang jelek yaitu ludah yang ada di dalam masjid yang tidak dipendam." (HR. Muslim).
As Suyuti Rohimahulloh dalam kitabnya "Ad-Diibaj Syarah Shahih Muslim", Ibnu Hajjaj mengatakan, Imam Nawawi mengatakan, "Zhahir hadits ini menunjukkan bahwa celaan itu tidak hanya khusus bagi orang yang meludah tapi termasuk juga setiap orang yang melihat ludah namun ia tidak  menghilangknnya".

Hendaknya engkau tidak membiarkan ludah tetap ada di dalam masjid saat engkau melihatnya sementara engkau memiliki kemampuan untuk menghilangkannya.

* Yang ketiga :
Ma'adan bin Abi Thalhah menuturkan bahwa Umar bin Al Khotthab Rodhiyallohu 'Anhu pernah suatu ketika menyampaikan khutbah jum'at- salah satu di antara isi khutbah beliau, "Sesungguhnya engkau wahai manusia menyantap dua jenis pohon (sayur-sayuran) yang aku menganggapnya termasuk hal yang jelek, yakni  'Al-Bashal (bawang merah) dan 'Ats-Tsaum (bawang putih).
Sungguh aku pernah melihat Rasulullah Shollallohu 'Alaihi Wa Sallam Wa Sallam bila beliau mencium baunya yang keluar dari mulut seseorang sementara ia tengah berada di dalam masjid, beliau memerintahkan agar orang tersebut dikeluarkan (dari masjid-ed) ke Al-Baqi'. Oleh karena itu, barang siapa yang hendak menyantapnya hendaklah ia menghilangkan (baunya)  dengan cara dimasak terlebih dahulu. 
(HR. Muslim, no.1286 )

Ya, jadi engkau wahai tamu Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang baik jangan biarkan bau mulutmu tidak nyaman karena engkau telah menyantap al-bashal dan ats-tsaum atau bau badanmu tidak nyaman saat engkau hendak berkunjung ke rumah Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Karena, hal itu sangat mengganggu kenikmatan mu dan orang lain di dalam beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Para Ulama mengatakan, "demikian juga segala sesuatu yang berbau tidak nyaman baik karena dampak menyantap makanan atau yang lainnya".

* Yang keempat :
'Aisyah Rodhiyallohu 'Anha pasangan hidup Rasulullah Shollallohu 'Alaihi Wa  Sallam yang paling beliau cintai pernah menuturkan,  "Rasulullah Shollallohu 'Alaihi Wa Sallam datang ke Masjid Nabawi. Di kala itu muka pintu rumah para sahabat beliau bersambungan dengan Masjid Nabawi. Baginda lantas bersabda, "Palingkan rumah-rumah kamu dari masjid ke arah lain". Kemudian baginda memasuki masjid. Mereka belum juga mengambil tindakan pun karena mengharapkan agar turun kepada mereka kelonggaran. Setelah itu  baginda keluar bertemu mereka. Baginda lantas bersabda lagi, "Palingkan rumah-rumah kamu dari masjid ke arah lain, karena sesungguhnya aku tidak menghalalkan masjid ini untuk perempuan haid dan orang yang junub" 
( HR.
Abu Dawud, no.232 )

Ya, jadi jika engkau dalam keadaan junub atau haid, engkau tidak diperkenankan untuk tinggal di rumah Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Namun, jika engkau hanya sekedar lewat tidak mengapa. Demikianlah yang menjadi  pendapat sebagian ulama. Adapun pendapat mereka ini didasarkan pada firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang artinya, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi".
(QS. An-Nisa : 43 )

* Yang kelima :
Sahabat mulia, Abu Hurairah Rodhiyallohu 'Anhu menuturkan, bahwa Rasulullah Shollallohu 'Alaihi Wa Sallam pernah bersabda, "Barangsiapa mendengar seseorang menanyakan barang yang hilang di dalam masjid, maka hendaklah engkau katakan, "Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadanya. Karena, sesungguhnya masjid-masjid itu didirikan bukan untuk tujuan sepertiini".  (HR. Muslim, no. 1288 )

Ya, jadi engkau wahai tamu Allah yang baik, tidak diperkenankan untuk  mengumumkan atau mempertanyakan barang yang hilang di dalam rumah Allah.

* Yang keenam :
Amru bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya pernah menuturkan, "Rasulullah Shollallohu 'Alaihi Wa Sallam melarang jual beli, mendendangkan syi'ir dan menanyakan atau mengumumkan barang hilang di dalam masjid." ( HR. Ahmad,no. 6836 )

Ya, jadi anda wahai tamu Allah yang baik, engkau terlarang melakukan transaksi jual beli, mendendang-kan syair dan menanyakan atau mengumumkan barang hilang di dalam rumah Allah. Oleh karena itu, jika engkau berkunjung ke rumah Allah, ternyata ada orang yang senang kepada sandal yang engkau letakkan di luar masjid. Lalu, saat engkau usai bertamu di rumah Allah engkau tak mendapati sandalmu, engkau tidak diperkenankan mengumumkan atau menanyakan kehilangan barangmu tersebut di dalam masjid. Lalu, bagaimana solusinya ? saya kira solusi yang baik adalah anda memperbincangkan persoalan ini di luar rumah Allah.

Saudaraku,
Para ulama mengambil kesimpulan hukum dari hadits yang berisi tentang larangan untuk berjual beli, mendendangkan sya'ir dan menanyakan atau mengumumkan barang hilang di dalam masjid, bahwa mengeraskan suara atau membikin gaduh di dalam masjid termasuk hal yang dibenci. Karena, mengeraskan suara merupakan hal yang susah dihindari jika seseorang melakukan tiga hal di atas.

Demikianlah surat cinta ku wahai tamu-tamu Allah yang ingin kulayangkan kepadamu kali ini. Semoga bermanfaat. Amien. (Abu Umair bin Syakir).

Referensi:
1. Al-Quran Digital versi 2.1
2. Shahih Muslim, karya: Abu Al-Hasan Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusyairi An-Naisaburiy.
3. Ad-Diibaj รข??ala Muslim, karya: Jalaluddin As-Suyuthiy.
4. Sunan Abu Dawud, karya: Abu dawud Sulaiman bin Al-As'ats Al-Sajistaniy.
5. Musnad Al-Imam Ahmad, karya: Ahmad bin Hanbal Abu 'Abdillah Asy Syaibaniy.

**sumber :
  YAYASAN AL-SOFWA
  Jl.Raya Lenteng Agung Barat No.35 PostCode:12810 Jakarta Selatan -   Indonesia
  Phone: 62-21-78836327. Fax: 62-21-78836326. e-mail: info @alsofwah.or.id
 

Abdullah Ibnu Rawahah radhiallahu 'anhu

Yang bersemboyan :
Wahai Diri .. Jika Kau Tidak Gugur di Medan Juang ……..
Kau Tetap Akan Mati .. Walau di Atas Ranjang ..……

Waktu itu Rasulullah saw. sedang duduk di suatu tempat dataran tinggi kota Mekah, menghadapi para utusan yang datang dari kota Madinah, dengan bersembunyi-sembunyi dari kaum Quraisy. Mereka datang ini terdiri dari duabelas orang utusan suku atau kelompok yang kemudian dikenal dengan nama Kaum Anshar.(penolong Rasul). Mereka sedang dibai'at Rasul (diambil Janji sumpah setia) yang terkenal pula dengan nama Bai'ah Al-Aqabah al-Ula (Aqabah pertama). Merekalah pembawa dan penyi'ar IsIam pertama ke kota Madinah, dan bai'at merekalah yang membuka jalan bagi hijrah Nabi beserta pengikut beliau, yang pada gilirannya kemudian, membawa kemajuan pesat bagi Agama Allah yaitu Islam ....Maka salah seorang dari utusan yang dibai'at Nabi itu, adalah Abdullah binRawahah.

Dan sewaktu pada tahun berikutnya, Rasulullah saw. membai'at. lagi tujuhpuluh tiga orang Anshar dari penduduk Madinah pada bai'at 'Aqabah kedua, maka tokoh Ibnu Rawahah ini pun termasuk salah seorang utusan yang dibai'at itu.

Kemudian sesudah Rasullullah bersama shahabatnya hijrah ke Madinah dan menetap di sana, maka Abdullah bin Rawahah pulalah yang paling banyak usaha dan kegiatannya dalam membela Agama dan mengukuhkan sendi-sendinya. Ialah yang paling waspada mengawasi sepak terjang dan tipu muslihat Abdulla bin Ubay (pemimpin golongan munafik) yang oleh penduduk Madinah telah dipersiapkan untuk diangkat menjadi raja sebelum Islam hijrah ke sana, dan yang tak putus-putusnya berusaha menjatuhkan Islam dengan tidak menyia-nyiakan setiap kesempatan yang ada. Berkat kesiagaan Abdullah bin Rawahah yang terus-menerus mengikuti gerak-gerik Abdullah bin Ubay dengan cermat, maka gagalah usahanya, dan maksud-maksud jahatnya terhadap Islam dapat di patahkan.

Ibnu Rawahah adalah seorang penulis yang tinggal di suatu lingkungan yang langka degan kepandaian tulisi baca. Ia juga seorang penyair yang lancar, untaian syair-syairnya meluncur dari lidahnya dengan kuat dan indah didengar ....

Semenjak ia memeluk Islam, dibaktikannya kemampuannya bersyair itu untuk mengabdi bagi kejayaan Islam .....Dan Rasullullah menyukai dan menikmati syair-syairnya dan sering beliau minta untuk lebih tekun lagi membuat syair.

Pada suatu hari, beliau duduk bersama para sahabatnya, tiba-tiba datanglah Abdullah bin Rawahah, lalu Nabi bertanya kepadanya: "Apa yang anda lakukan jika anda hendak mengucapkan syair?"

Jawab Abdullah: "Kurenungkan dulu, kemudian baru kuucapkan". Lalu teruslah ia mengucapkan syairnya tanpa bertangguh, demikian kira-kira artinya secara bebas:

"Wahai putera Hasyim yang baik, sungguh Allah telah melebihkanmu dari seluruh manusia.dan memberimu keutamaan, di mana orang tak usah iri.
Dan sungguh aku menaruh firasat baik yang kuyakini terhadap dirimu. Suatu firasat yang berbeda dengan pandangan hidup mereka.
Seandainya anda bertanya dan meminta pertolongan mereka dan memecahkan persoalan tiadalah mereka henhak menjawab atau membela
Karena itu Allah mengukuhkan kebaikan dan ajaran yang anda,bawa
Sebagaimana Ia telah mengukuhkan dan memberi pertolongan kepada Musa".
Mendengar itu Rasul menjadi gembira dan ridla kepadanya, lalu sabdanya: "Dan engkau pun akan diteguhkan Allah".
Dan sewaktu Rasulullah sedang thawaf di Baitullah pada 'umrah qadla, Ibnu Rawahah berada di muka beliau sambil membaca syair dari rajaznya:
"Oh Tuhan, kalauIah tidak karena Engkau, niscaya tidaklah kami akan mendapat petunjuk, tidak akan bersedeqah dan Shalat!
Maka mohon diturunkan sakinah atas kami dan diteguhkan pendirian kami jika musuh datang menghadang.
,Sesuhgguhnya Qrang-orang yang telah aniaya terhadap kami, biIa mereka membuat fitnah akan kami tolak dan kami tentang".

Orang-orang Islam pun sering mengulang-ulangi syair-syairnya yang indah.
Penyair Rawahah yang produktif ini amat berduka sewaktu turun ayat al-Quranul Karim yang artinya :
"Dan para penyair, banyak pengikut mereka orang-orang sesat". (Q.S. Asy-syu'ara: 224)

Tetapi kedukaan hatinya jadi terlipur waktu turun pula ayat lainnya : Artinya : "Kecuali orang-orang(penyair) yang beriman dan beramal shaleh dan banyak ingat kepada Allah, dan menuntut bela sesudah mereka dianiaya". (Q.S. Asy-syu'ara : 227)

Dan sewaktu Islam terpaksa terjun ke medan perang karena membela diri, tampillah Abdullah ibnu Rawahah membawa pedangnya ke medan tempur Badar, Uhud, Khandak, Hudaibiah dan Khaibar, seraya menjadikan kalimat-kalimat syairnya dan qashidahnya menjadi slogan perjuangan:
"Wahai diri! Seandainya engkau tidak tewas terbunuh, tetapi engkau pasti akan mati juga!"

Ia juga menyorakkan teriakan perang:
"Menyingkir kamu, hai anak-anak kafir dari jalannya. Menyingkir kamu setiap kebaikkan akan ditemui pada Rasulnya".

Dan datanglah waktunya perang Muktah ….Abdullah bin Rawahah adalah panglima yang ketiga dalam pasukan Islam.
Ibnu Rawahah berdiri dalam keadaan siap bersama pasukkan Islam yang berangkat meninggalkan kota Madinah …ia tegak sejenak lalu berkata, mengucapkan syairnya;

" Yang kupinta kepada Allah Yang Maha Rahman
Keampunan dan kemenangan di medan perang
Dan setiap ayunan pedangku memberi ketentuan
Bertekuk lututnya angkatan perang syetan
Akhirnya aku tersungkur memenuhi harapan ….. Mati syahid di medan perang…!!"

Benar, itulah cita-citanya kemenangan dan hilang terbilang …., pukulan pedang atau tusukan tombak, yang akan membawanya ke alam syuhada yang berbahagia…!!

Balatentara Islam maju bergerak kemedan perang muktah. Sewaktu orang-orang Islam dari kejauhan telah dapat melihat musuh-musuh mereka, mereka memperkirakan besarnya balatentara Romawi sekitar duaratus ribu orang …, karena menurut kenyataan barisan tentara mereka seakan tak ada ujung alhir dan seolah-olah tidak terbilang banyaknya ….!

Orang-orang Islam melihat jumlahmereka yang sedikit, lalu terdiam …dan sebagian ada yang menyeletuk berkata:
"Baiknya kita kirim utusan kepada Rasulullah, memberitakan jurnlah musuh yang besar. Mungkin kita dapat bantuan tambahan pasukan, atau jika diperintahkan tetap maju maka kita patuhi".

Tetapi.Ibnu Rawahah,.bagaikan datangnya siang bangun berdiri di antara barisan pasukan-pasukannya lalu berucap:
"Kawan-kawan sekalian! Demi Allah, sesungguhnya kita berperang melawan musuh-musuh kita bukan berdasar bilangan, kekuatan atau banyaknya jumlah Kita tidak memerangi memerangi mereka, melainkan karena mempertahankan Agama kita ini, yang dengan memeluknya kita telah dimuliakan Allah ... !

Ayohlah kita maju ….! Salah satu dari dua kebaikan pasti kita capai, kemenagan atau syahid di jalan Allah ... !"
Dengan bersorak-sorai Kaum Muslimin yang sedikit bilangannya tetapi besar imannya itu menyatakan setuju. Mereka berteriak: "Sungguh, demi Allah, benar yang dibilang Ibnu Rawahah.. !"
Demikianlah, pasukan terus ke tujuannya, dengan bilangan yang jauh lebih sedikit menghadapi musuh yang berjumlah 200.000 yang berhasil dihimpun orang Romawi untuk menghadapi suatu peperangan dahsyat yang belum ada taranya.
Kedua pasukan, balatentara itu pun bertemu, lalu berkecamuklah pertempuran di antara keduanya.

Pemimpin yang pertama Zaid bin Haritsah gugur sebagai syahid yang mulia, disusul oleh pemimpin yang kedua Ja'far bin Abi Thalib, hingga ia memperoleh syahidnya pula dengan penuh kesabaran, dan menyusl pula sesudah itu pemimpin yang ketiga ini, Abdullah bin Rawahah. Dikala itu ia memungut panji perang dari tangan kananya Ja'far, sementara peperangan sudah mencapai puncaknya. Hampir-hampirlah pasukan Islam yang kecil itu, tersapu musnah diantara pasukan-pasukan Romawi yang datang membajir laksana air bah, yang berhasil dihimpun oleh Heraklius untuk maksud ini.

Ketika ia bertempur sebagai seorang prajurit, ibnu Rawahah ini menerjang ke muka dan ke belakang, ke kiri dan ke kanan tanpa ragu-ragu dan perduli. Sekarang setelah menjadi panglima seluruh pasukan yang akan dimintai tanggung jawabnya atas hidup mati pasukannya, demi terlihat kehebatan tentara romawi seketika seolah terlintas rasa kecut dan ragu-ragu pada dirinya. Tetapi saat itu hanya sekejap, kemudian ia membangkitkan seluruh semangat dan kekutannya dan melenyapkan semua kekhawatiran dari dirinya, sambil berseru:

"Aku telah bersumpah wahai diri, maju ke medan laga
Tapi kenapa kulihat engkau menolak syurga …..
Wahai diri, bila kau tak tewas terbunuh, kau kan pasti mati
Inilah kematian sejati yang sejak lama kau nanti …….
Tibalah waktunya apa yng engkau idam-idamkan selama ini
Jika kau ikuti jejak keduanya, itulah ksatria sejati ….!"
(Maksudnya, kedua sahabatnya Zaid dan Ja'far yang telah mendahului gugur sebagai syuhada).

Jika kamu berbuat seperti keduanya, itulah ksatria sejati…..!" Ia pun maju menyerbu orang-orang Romawi dengan tabahnya …… Kalau tidaklah taqdir Allah yang menentukan, bahwa hari itu adalah saat janjinya akan ke syurga, niscaya ia akan terus menebas musuh dengan pedangnya, hingga dapat menewaskan sejumlah besar dari mereka …. Tetapi waktu keberangkatan sudah tiba, yang memberitahukan awal perjalananya pulang ke hadirat Allah, maka naiklah ia sebagai syahid…..

Jasadnya jatuh terkapar, tapi rohnya yang suci dan perwira naik menghadap Zat Yang Maha Pengasih lagi Maha Tinggi, dan tercapailah puncak idamannya:
"Hingga dikatakan, yaitu bila mereka meliwati mayatku:
Wahai prajurit perang yang dipimpin Allah, dan benar ia telah terpimpin!"
"Benar engkau, ya Ibnu Rawahah….! Anda adalah seorang prajurit yang telah dipimpin oleh Allah…..!"

Selagi pertempuran sengit sedang berkecamuk di bumi Balqa' di Syam, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam sedang duduk beserta para shahabat di Madinah sambil mempercakapkan mereka. Tiba-tiba percakapan yang berjalan dengan tenang tenteram, Nabi ter;liam, kedua matanya jadi basah berkaca-kaca. Beliau mengangkatkan wajahnya dengan mengedipkan kedua matanya, untuk melepas air mata yang jatu disebabkan rasa duka dan belas kasihan ... ! Seraya memandang berkeliling ke wajah para shahabatnya dengan pandangan haru, beliau berkata: "Panji perang dipegang oleh Zaid bin Haritsah, ia bertempur bersamanya hingga ia gugur sebagai syahid ..... Kemudian diambil alih oleh Ja'far, dan ia bertempur pula bersamanya sampai syahid pula ....". Be!iau berdiam sebentar, lain diteruskannya ucapannya: "Kemudian panji itu dipegang oleh Abdulah bin Rawahah dan ia bertempur bersama panji itu, sampai akhirnya ia•pun syahid pula".

Kemudian Rasul diam lagi seketika, sementara mata beliau bercahaya, menyinarkan kegembiraan, ketentraman dan kerinduan, lalu katanya pula : "Mereka bertiga diangkatkan ke tempatku ke syurga …"
Perjalanan manalagi yang lebih mulia …….
Kesepakatan mana lagi yang lebih berbahagia …….
Mereka maju ke medan laga bersama-sama …….
Dan mereka naik ke syurga bersama-sama pula ….

Dan penghormatan terbaik yang diberikan untuk mengenangkan jasa mereka yang abadi, ialah ucapan Rasullullah Shallallahu alaihi wa sallam yang berbunyi :
"Mereka telah diangkatkan ke tempatku ke syurga……

* sumber : berbagai sumber

Asbabun Nuzul Al Hujarat 12

Assalamu'alaikum Wr Wb.
Sebab turunnya ayat :

 Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah  mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang  sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah  kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.

Seorang sahabat Rasulullah yang juga ahlus suffah, Salman Al Farisi mempunyai kebiasaan jelek, tidur mendengkur setelah makan. Berita  olehsahabat disampaikan  keberapa sahabat yang seterusnya sampai ke Rasulullah.Atas kejadian ini Allah menurunkan ayat yang tersebut di atas.

Pada masa Rasulullah, ada dua orang perempuan yang sedang berpuasa. Mereka nyaris pingsan karena karena hampir tak dapat menahan haus dan lapar karena puasa. Para sahabat menemui Rasulullah dan Rasullah menemui kedua perempuan itu sambil membawa sebuah mangkuk dan menyuruhnya muntah kedalamnya. Ketika keduanya memuntahkan isi perutnya, keluarlah potongan-potongan daging mentah dan darah. Para sahabat terkejut melihat kejadian itu,  lalu Rasullah bersabda, : Mereka berpuasa dari makanan yang halal , tetapi memakan yang haram yaitu membicarakan aib orang lain. "  Dari kandungan Hadis ini dapat diketahui bahwa beban puasa akan lebih berat  bila dibarengai dengan ghibah, sehingga  kedua perempuan itu hampir mati karena puasanya.

Suatu ketika Rasulullah melihat beberapa orang, kemudian beliau bersabda, "
Cungkillah gigi-gigi kalian."  Mereka berkata " Pada hari ini kami tidak memakan daging apapun." Kemudian Rasulullah bersabda, " Daging si Fulan telah melekat pada gigi-gigi kalian." Saat itu jelaslah bahwa mereka sedang membicarakan kejelekan (ghibah) si Fulan tadi. Salah seorang sahabat bertanya, , " Apakah Ghibah itu." Rasulullah menjawa, " Mengatakan sesuatu tentang saudaramu yang tidak ia sukai di belakang orangnya. " Selanjutnya sahabat bertanya lagi , " Apakah masih di katakan Ghibah jika yang saya  katakan itu benara terjadi pada seseorang. " Rasulullah menjawab , " Bila benar demikian, maka itulah Ghibah, sedangkan yang kamu katakan itu dusta,maka kamu telah memfitnahnya. "

Riwayat lain menceritakan , saat Rasulullah  melewati dua buah kuburan bersama sahabat , Rasulullah pun bersabda,  " Kedua penghuni kubur ini sedang disiksa. Seorang diantaranya disiksa karena membicarakan kejelekan orang lain, dan yang lainnya disiksa karena tidak hati-hati saat buang air kecil."

Dalam surat lain Allah berfirman,

 ..dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan)  yang tiada berguna,
(Al Mukminun 3)

 Semoga kita terhindar dari perkataan dan perbuataan yang sia-sia.   Amin

 Assalamu'alaikum Wr Wb.

 Referensi :
 1. Kitab Larangan dan Perintah dalam Al Qur'an, KH Qomaruddin
 2. Kitab Fadhail 'Amal , Maulana M. Zakariyya Khanbdalawi

Pengikut

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More